Idul Fitri ditengah Pandemi
"Rioyo Ora mergo pulang kampung
Rioyo Ora mergo klambine anyar
Rioyo yo Ora mergo salaman
Nanging, wong sing riyayan iku
Wong sing resik atine soko nafsu angkoro
Barokahe nindakake poso ramadhan"
Tahun ini, suasana Ramadhan dan Idul Fitri berbeda seperti tahun sebelumnya. Di tengah situasi pandemi covid-19 yang mengharuskan kita untuk tetap dirumah saja, guna memutus rantai penyebaran virus tersebut. Menyebabkan sedikit banyaknya hambatan untuk melakukan aktivitas di luar rumah.
Tidak ada moment buka bersama teman serta kerabat, sekolah diliburkan sampai waktu yang belum ditentukan, para pekerja terpaksa dipulangkan, tempat pariwisata ditutup, dan banyak lagi hal lain yang sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya,semarak perayaan Idul Fitri yang dimeriahkan oleh takbir keliling, sholat ied berjamaah di lapangan atau masjid, saling beranjangsana ke rumah sanak saudara, serta berjumpa dengan kawan lama. Hal tersebut berganti dengan kesunyian yang begitu syahdu.
Tidak diperbolehkan mudik, berjabat tangan, dan berkumpul di tempat keramaian, dikarenakan pandemi yang sedang terjadi di negeri ini. Beberapa daerah harus rela melaksanakan Ibadah sunnah shalat Iedul Fitri di rumah masing-masing sesuai dengan anjuran yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
30 hari ramadhan ini, sepertinya kita memang benar-benar di karantina. Dimulai dari menahan lapar dan haus selama terbit fajar sampai berbuka, menahan hawa nafsu, menahan diri untuk tetap dirumah saja selama pandemi, bersabar dengan keadaan, seperti digodog pada kawah condrodimuko.
Sungguh, merelakan atau 'berhenti sejenak' dari aktivitas yang disukai memang berat. Situasi ini tentu memberikan banyak hal yang selama ini mungkin terlewatkan.
Seperti hadist berikut yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah Ibnu Abbas ra. bahwa Baginda Rasulullah SAW bersabda :
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفِرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Manfaatkanlah lima perkara sebelum kamu kedatangan lima perkara (demi untuk meraih keselamatan dunia akhirat). Yakni Masa mudamu sebelum datang masa tuamu. Sehatmu sebelum datang sakitmu. Masa kayamu sebelum datang faqirmu. Waktu luangmu sebelum waktu sibukmu. Masa hidupmu sebelum datang kematianmu".
Walaupun kita berpikir bahwa pandemi ini merupakan musibah, namun dari sini kita dapat menyadari bahwa hal-hal yang tercantum dalam hadist di atas seringkali diremehkan, bahkan tidak disadari oleh sebagian orang. Masa muda, keadaan sehat, waktu luang, keadaan lapang, bahkan kehidupan di dunia yang tidak akan terulang lagi.
Moment Idul Fitri tahun ini juga akan menjadi ajang kemenangan, Kekalahan, bahkan keindahan,dari hasil 30 hari melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan plus bertahan menjalani kehidupan di tengah Pandemi. Jika hari-hari yang dijalani tidak terus-menerus diisi oleh keluhan akan pandemi yang belum diketahui kapan berakhir, kita dapat mengoptimalkan bagian-bagian terbaik dari dalam diri yang selama ini mungkin tidak disadari.
Dari sini, kita mulai menyadari betapa perlunya menjaga pola hidup sehat, peduli akan kesehatan gizi, menjadi lebih peka terhadap kehidupan sekitar, melihat persoalan dari sudut pandang yang berbeda, mengoptimalkan kemampuan untuk terus berkarya dan tidak stuck pada suatu pekerjaan. Karena ternyata banyak sekali hal yang dapat kita lakukan, dan tidak akan pernah ada kata terlambat bagi yang ingin memulai sesuatu.
Jika belum bisa melewati hal tersebut, dan masih memiliki niat bermacam-macam, maka secara tidak langsung kita telah terkalahkan oleh keadaan. Namun, terkadang kekalahan lebih memuliakan perjalanan dibanding dengan kemenangan. Kenapa? Karena di depan kekalahan, manusia dilatih, dicoba, dan diharuskan.
Seperti para pengrajin meuble yang mengamplas kayu kasar hingga menjadi barang mewah yang terjual dengan harga tinggi dan diminati banyak orang, sulit juga untuk didapatkan karena tidak semua orang bisa membelinya. Keindahan, kesabaran, ketulusan, keikhlasan, itulah kualitas yang akan didapatkan.
Nikmat apalagi yang lebih indah selain nikmat iman dan islam yang tertanam dalam hati setiap muslim?
Kebahagiaan terbesar seorang hamba adalah ketika ia melakukan amalan terbaiknya dan Allah menerima dengan sepenuh keRidhaanNya. Hal apalagi yang lebih indah daripada seseorang yang menerima dengan penuh cinta atas apa yang kita kerjakan? Ketika kau tau bahwa ia juga mencintaimu, rasa-rasanya dunia seperti miliki berdua. Itu pun baru manusia yang ridho. Lantas, bagaimana rasanya jika Allah yang Ridho?
Ketika 30 hari Ramadhan di tengah pandemi kita benar-benar di karantina, dan kita lalui dengan sebaik-baiknya amal, sekhusyu-khusyunya doa di sepertiga malam, sekokoh-kokohnya berdiri melaksanakan tarawih, semerdu-merdunya lantunan kalam illahi yang dilipat gandakan nilainya, serendah-rendahnya kepasrahan diri pada saat bersujud, seberkah-berkah makanan di waktu sahur, dan itu semua diterima oleh Allah SWT dengan penuh cinta Sang Maha Rahman.
Itulah mengapa doa kita setelah Ramadhan "Taqobbalallahu Minna wa Minkum" doa yang diajarkan Rasulullah saw. dan para salafus shalih memberi sinyal kepada umat muslim bahwa Ramadhan menuntun kita untuk fokus kepada amalan, bukan hanya sibuk sebagai penghias ramadhan saja.
Doa tersebut mengantarkan untuk mengevaluasi hasil madrasah kita di bulan ramadhan. Apakah nilainya sudah memenuhi standart atau masih banyak catatan yang perlu untuk diperbaiki.
Taqobbalallahu minna wa minkum. Semoga Allah menerima amalan kita di bulan ramadhan. Shalat kita, puasa kita, birrul walidain kita, dakwah kita, silaturrahim kita, infaq yang kita berikan, keikhlasan kita,ibadah sunnah kita, dan semua kebaikan yang kita lakukan.
Terimakasih Ramadhan, atas jamuan dahsyatmu yang selalu memberikan sudut pandang baru dalam melihat kehidupan.
Wallahu a'lam bisshawab. Sekian. :)
Penulis : Pengurus OPI TH 18/19
Komentar
Posting Komentar
chemistry130202@gmail.com, kaktusberdaun2@gmail.com